Senin, 02 Februari 2009

Bekal Dakwah Akhawat


Setelah wanita muslimah menjadi shalih secara pribadi. Beriman kepada Allah dan menegakkan syiar-syiar ibadah-Nya. Komitmen menjaga nilai-nilai dan manhaj-Nya dalam seluruh aktifitas hidupnya (buku 1). Ia harus berusaha menularkan keshalihan pribadinya kepada lingkungan sosial di sekitarnya. Menjadi seorang da’iyah. Inilah giliran berikutnya setelah hidayah itu bersemayam kuat di dalam lubuk hatinya dan ketentraman hidup di bawah naungan keimanan telah dirasakannya. Wanita muslimah hendaknya mulai menatap lingkungannya, melihat kebobrokan dan mengurai benang kusut permasalahan yang lazim dihadapi oleh manusia modern. Dengan dengan analisanya itu ia mulai merencanakan upaya perbaikan secara bertahap, berkesinambungan, dan menyeluruh. Sebagaimana proses penshalihan diri yang terjadi pada dirinya.
1. Bekal Akhlak
Islam bukan agama hanya asesoris dan simbol. Bukan hanya penampilan dan gaya. Seorang muslim harus melengkapi keindahan pakaian islaminya dengan pakaian pekerti. Hingga kepribadiannya lebih menarik dan simpatik. Lebih-labih sebagai seorang da’i dan da’iyah. Akhlak menjadi bekal yang sangat penting karena beberapa hal: Urgensinya badi kehidupan muslim dan muslimah, kelalaian banyak orang terhadap akhlak, dan hubungannya langsung dengan tugas dakwah. Di antara bekal akhlak yang mesti dimiliki seorang da’iyah adalah Kejujuran (As-Shidqu), Menepati Janji, Dermawan, Tawadhu’, dan Tidak Memalingkan Muka.
2. Interaksi dengan Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan interaksi di sini tidak sekedar membacanya secara rutin. Lebih dari itu agar seorang da’iyah mempunyai ikatan spiritual yang kokoh dengan Al-Qir’an yang terlihat dalam dua hal: Ketentraman jiwa di kala membaca hingga membuantnya berlari dari kegundahan dunia dan kesibukannya, keingingan kuat untuk merealisasikan ayat-ayat dan hukumnya dalam kehidupan nyata. Untuk itu seorang da’iyah mesti melakukan tiga hal:
1. Memahami Al-Qur’an yang dibacanya.
2. Mempelajari kandungan Al-Qur’an melalu kitab-kitab tafsir.
3. Komitmen terhadap Al-Qur’an dalam hal waktu, amal, dan pemikiran.
3. Interaksi dengan Sunnah
Sebagai sumber hukum kedua dan penjelas bagi Al-Qur’an. Seorang da’iyah mesti mempunyai tingkat interaksi dengan sunnah secara intens. Setelah memahami kedudukan hadits dalam Islam dan kebutuhan seorang muslim untuk berbekal dengan hadits-hadits Rasulullah. Ia harus mulai berinteraksi dengan sunnah Rasulullah secara intens dengan cara:
1. Meneliti dan melihat adat kebiasaannya sehari-hari. Adakah di antaranya yang tidak sejalan dengan sunnah Rasulullah.
2. Menjadikan Nabi sebagai teladan.
3. Segera mengamalkan sunnah yang sanadnya shahih.
4. Mengajak orang lain untuk menjadikan sunnah sebagai pedoman hidup.
4. Memulai Tugas Dakwah
Dakwah merupakan tugas setiap muslim dan muslimah sebatas kemampuan yang diberikan Allah. tugas dakwah tidak semata demi kepentingan ‘orang lain’, tapi untuk kebutuhan ‘diri sendiri’. Dakwah ini akan terus bergulir dan akan ada orang-orang yang setia mengembannya sampai hari Kiamat, dengan atau tanpa kita. Jadi, kita perlu bergabung dengan kafilah dakwah untuk mendapatkan keberkahan dakwah dan keberkahan jamaah.
Setelah kita mempunyai keyakinan tentang kewajiban dakwah, kita harus tanam keyakinan itu hingga menjadi kemauan kuat untuk menyampaikan Islam kepada orang lain. Setelah itu siapkan langkah-langkah da’awi sebagai berikut:
1. Memilih calon objek dakwah (mad’u).
2. Menentukan sasaran.
3. Menentukan metode (hadiah, kunjungan, bantuan).
4. Memberi keteladanan.
5. Menjauhi hal-hal yang kurang simpatik (menggurui, sombong, membicarakan diri sendiri, menggunjing, membual, emosional, dan kikir).
6. Tasamuh.
7. Iltizam.
Kita tidak sendiri jalan ini, ada banyak orang yang melintasi jalan jauh sebelum kita. Para nabi dan rasul telah lebih dahulu melewati jalan ini. Bahkan tidak hanya kaum laki-laki, kaum wanita pun bahu membahu bersama untuk mengemban rugas kenabian ini. Sejarah telah mencatat banyak barisan kaum wanita yang mempersembahkan seluruh potensi yang mereka miliki demi tugas mulia ini. Mulai zaaman sahabiyah hingga dewasa ini. Jadi, jika mengalami kegagalan, sungguh mereka telah mengalami hal yang sama, bahkan mungkin lebih pahit dari kegagalan yang kita rasakan.
4. Menyikapi Kegagalan dalam Dakwah
Tentu saja kegagalan yang dimaksud adalah kegagalan dalam tataran realisasi dari semua program dan langkah dakwah yang telah kita rencanakan. Asal tetap komitmen terhadap nilai-nilai Islam, menjaga keikhlasan, menempuh sarana yang baik, dan tujuan yang mulai, seorang da’i dan da’iyah tidak pernah mengalami kegagalan. Meskipun untuk itu harta dan jiwanya terenggut. Sebab tujuan dakwahnya hanya dua dan ia akan mendapatkan, paling tidak salah satunya; kemenangan atau mati syahid. Kegagalan manusiawi tentu akan dihadapi seorang da’iyah. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengobati ‘luka hati’ ini. Agar tidak larut dalam kesedihan dan kembali termotivasi melakukan aktifitas dakwah kembali.
1. Evaluasi
2. Menghibur diri
3. Meninggalkan objek dakwah.
4. Tidak Menyerah.
5. Rintangan Dakwah
Mengetahui rintangan dakwah akan menyiapkan mental seorang da’iyah untuk mengarungi medan dakwah. Agar ia selalu bersikap waspada untuk menempuh jalan paling aman demi mencapai tujuan. Di antara kendala dakwah adalah:
1. Orang-orang di sekitar kita
2. Kehidupan modern.
3. Kecenderungan jiwa.
6. Panduan Meningkatkan Kualitas Diri
Hidup perlu diatur dan dijalani dengan strategi yang sistematis. Tindakan yang dilakukan tanpa bekal dan persiapan yang matang akan menghasilkan penyesalan. Jikapun setelah direncanakan dengan baik ternyata masih gagal dan jatuh, cara untuk bangkit kembali relatif lebih mudah. Dan keberhasilah selalu berpihak kepada strategi yang matang dan persiapan yang memadai. Ada beberapa strategi persiapan diri yang perlu diterapkan oleh seorang da’iyah agar ia mempunyai kesiapan yang memadai.
1. Aspek ruhiyah. Dengan upaya tazkiyatun-nafs. Berkawan dengan orang shalih, membaca buku-buku pelembut hati, dan amal ibadah.
2. Aspek fikroh. Baik fikroh Islam yang diembannya juga fikroh lain. Mengetahui fikroh yang berseberangan sangat penting agar bisa melakukan tindakan antisipatif dan preventif.
3. Aspek harakah. Yakni dengan cara mengaktualisasikan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Agar Islam menjadi rahmat bagi alam semesta.
Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar: